Sabtu, 24 September 2011

Menjadi Pendidik Bukan Menjadi Guru Privat




Seringkali saya merasa belum melakukan hal yang optimal dalam melaksanakan homeschooling (HS). Apalagi saat melirik ke anak-anak lain,baik yang bersekolah maupun yang juga melaksanakan HS. Ada yang jago aplikasi komputer, lihai berbahasa inggris, kuat hafalan, cepat berhitung, dan sebagainya, dan sebagainya. Lalu, anak saya, apa kelebihannya? Apakah ada potensi yang sebenarnya bisa dikembangkan tetapi jadi kerdil karena usaha saya yang belum optimal?





Salah satu kunci menjalankan HS adalah kemauan orang tua untuk terus belajar, menambah wawasan, mencoba hal baru yang sama sekali belum pernah dijalani, dan kerelaan untuk belajar bersama, maupun belajar dari sang anak. Karakteristik sebuah HS tunggal biasanya tidak terlalu jauh dari karakteristik orang tua, terutama ibu. Ibu yang suka melakukan kerajinan tangan, biasanya karakteristik HS nya demikian. Ini yang terjadi dengan HS saya. Rumah yang penuh kertas, kardus, barang-barang hasil kreasi sendiri, dan sebagainya. Ada keluarga HS lain yang menjadikan komputer sebagai alat penunjang utama belajar. Anak-anak mereka pandai dalam aplikasi komputer, bahkan membuat sendiri webblognya. Tak heran, ternyata kedua orang tua mereka menghabiskan banyak waktu di depan komputer untuk keperluan bekerja.

Banyak karakteristik lain yang mungkin muncul karena minat anak, kebiasaan orang tua, maupun kombinasi dari berbagai hal. Seorang Ibu yang Hafizhoh (hafal Al Quran), maka anak-anaknya kuat menghafal Al Quran, orang tua yang senang ilmu sains, anaknya biasanya punya kecenderungan demikian. Berarti orangtua secara tak langsung menjadi "kurikulum" dalam melaksanakan HS. Pada kenyataannya, saya seringkali merasa "kurikulum" HS saya lebih banyak berada dalam pikiran saya, dengan melihat bagaimana kecenderungan anak-anak.

Tetapi, tak bijak juga bila kita membatasi diri mengajarkan sesuatu hal yang menjadi minat/kemampuan kita saja. Orang tua adalah pendidik, bukan guru privat. Bila ada keinginan anak yang kita tak mampu memenuhinya, pertemukanlah sang anak kepada ahlinya. Teman saya melakukannya. Ia mengantarkan anaknya kepada seorang ustadz agar dapat belajar Al Quran dengan Makhoorijul huruuf yang tepat, ada pula yang mengantarkan ke tempat les berhitung, ada yang belajar kepada anak lain, dan sebagainya.

Menjalankan HS bukan berarti orang tua menjadi guru serbabisa, kita adalah fasilitator, tetapi pada usia tertentu nanti, mungkin kita yang akan menjadi murid anak-anak kita. Allohu a'lam

1 komentar:

  1. "Menjalankan HS bukan berarti orang tua menjadi guru serbabisa, kita adalah fasilitator, tetapi pada usia tertentu nanti, mungkin kita yang akan menjadi murid anak-anak kita."
    >>> اللهم آمين

    BalasHapus