Jumat, 21 April 2017

Anak Tangguh Tidak Dihasilkan dari Orang Tua yang Pencemas

Banyak cerita orang-orang sukses yang masa kecilnya dididik dalam lingkungan serbasulit, akses terbatas, sumber kesenangan yang minim, dan sebagainya. Tetapi berbagai ketidaksenangan tersebut mereka akui justru menjadi sumber inspirasi mereka.



 
Orang-orang jaman dulu mungkin melakukannya karena dipaksa oleh keadaan; jumlah anak yang banyak, fasilitas yang minim, kondisi perekonomian keluarga yang belum mapan, bisa menjadi penyebabnya. Di kemudian hari, orang-orang yang sukses dari bawah ini kemudian ingin meniru pola asuh yang dulu mereka rasakan, yang mereka nilai banyak manfaatnya.
Saya pun kini banyak meneruskan pola asuh ibu saya. Melepas anak-anak naik angkutan kota tanpa didampingi, membeli sesuatu di tukang sayur, mengantarkan sesuatu ke rumah tetangga, berbelanja di pasar tradisional, dan sebagainya. Walaupun ada beberapa hal yang belum bisa saya terapkan seperti ibu saya dulu.

Mengapa pembatasan/keterbatasan, justru memberi banyak inspirasi? Dalam kondisi serbaterbatas, otak anak akan berpikir, di saat itulah, sel-sel saraf berkembang, terhubung, membuat sambungan-sambungan baru. Ada potensi besar di otak kita, yang harus dikembangkan, caranya antara lain dengan memberikan pengalaman emosi, rangsangan rasional, aktivitas fisik, nutrisi, dan lingkungan yang baik.

Ketika saya TK, ibu saya nyaris tak pernah mengantar dan menjemput ke sekolah. Saya selalu mencari teman yang diantar oramg tuanya. Sampai akhirnya saya menjadi lebih lihai dan bisa pergi dan pulang sendiri. Tentu dalam hal ini harus disesuaikan dengan kondisi yang ada sekarang. Intinya, pemberian pengalaman bagi anak, merupakan kesempatan bagi otaknya untuk berkembang dengan optimal.

Saya dulu juga tidak dengan mudah mendapatkan apa yang saya mau. Pembatasan uang jajan berlaku bahkan hingga saya kuliah. Akibatnya saya sudah terlatih berjualan sejak SD. Pengalaman berjualan itu memberikan pengalaman baru lagi bagi saya. Kalau dari sisi neurosains, jumlah sel saraf yang terhubung (akibat kurangnya uang jajan), semakin banyak. Menurut seorang ahli, jika semua sel saraf terhubung, otak kita kita bisa menyelimuti satu Galaksi bila dihamparkan (Maasyaa Allah).

Menunda kenikmatan juga bisa menjadi salah satu cara. Misalnya jika seorang anak menginginkan minum es jeruk. Menundanya beberapa saat bisa merangsang bagian otak tertentu. Hal ini ditempuh dengan cara yang cantik tentunya. Misalnya, sebelum membuat jus jeruk, kita membersihkan diri dulu, mencuci gelas-gelas yang kotor, dan sebagainya.

Membiarkan anak naik angkutan umum juga memberikan pengalaan yang baik. Dalam proses itu, anak akan melihat berbagai peristiwa; para penumpang, orang-orang yang berjualan, petugas karcis, pengemis, dan sebagainya. Hal ini tentu memperkaya pengalaman emosi dan rangsangan rasionalnya, di sampung juga memberikan aktivitas fisik.

Intinya, kita sebagai orang tua kadangkala cemas anak-anak kita akan menderita dengan perlakuan tertentu. Kita khawatir bila anak-anak naik sepeda dia akan jatuh, kita khawatir anak-anak tersesat bila dia naik angkutan sendiri, khawatir anak kelaparan, kelelahan, tidak bisa, khawatir ini, itu, dan sebagainya. Padahal orang tua yang khawatir akan menghasilkan anak yang khawatir, karena pikiran emosi itu menular. Apa yang dihasilkan dari anak-anak yang serbacemas? kurangnya kepercayaan diri, kreativitas, inisiatif.

Jadi, aturlah agar anak-anak mendapatkan sebanyak-banyaknya rangsangan untuk pertumbuhan otaknya, namun perhatikan juga langkah-langkah teknisnya sampai ia menajdi seorang anak yang tangguh.

Terima kasih untuk kedua orang tua saya yang membiarkan saya naik angkot sejak kelas 3 SD, berbelanja di pasar sejak kelas 4 SD, mengasuh adik sejak kelas 5 SD, dan membiarkan saya memasak apapun yang ingin saya makan sendiri sejak kecil.

1 komentar: