Senin, 18 September 2017

Air Mata

Anakku, mengapa basah lagi matamu? Sudah ke sekian kali sejak engkau memasuki kehidupan barumu di pesantren, kulihat begitu muram wajahmu. Adakah yang membuatmu sedih? Adakah yang membuatmu takut? Mungkinkah itu air mata bahagia? Rasanya harapan terakhir ini terlalu jauh.
Aku tahu, sebagian kebebasanmu terenggut. Kini kau hanya boleh melihat riuhnya dunia hanya pada waktu tertentu. Terpaksa pula kau tinggalkan kegemaranmu membaca komik, berjalan dan berkumpul dengan teman sebayamu, membuat kreasi dari bahan apapun, membuka buku-buku bacaanmu. Itukah yang membuat sedih?




Di saat anak-anak remaja usia belasan sepertimu asyik memasang status sedang di mal, tempat makan, tempat hiburan, kau sedang berkutat dengan hafalan, antrian panjang untuk makan, rintihan teman di sebelahmu yang rindu ibunya. Berkurang sudah nikmatnya tidur berselimut di atas kasur yang empuk dan nyaman, tergantikan oleh dering alarm penanda kau harus bangun di ujung malam. Inikah makna air matamu?

Apakah ibu sedemikian tega? Membuatmu tak bisa lagi memilih semaumu baju yang akan kau pakai, makanan kesukaan, kegiatan yang kau inginkan. Padahal di saat yang bersamaan remaja lain sedang asyik menikmati indahnya dunia dalam balutan fashion paling nge-hits, tempat makan paling asyik dengan sarana wifi gratis. Apakah sebab ini air matamu jatuh?

Bila memang itu sebabnya, bersabarlah, Sayang. Karena semua derita ini, insyaa allah tak akan lama. Kau akan menikmati buahnya kelak. Air mata penuntut ilmu adalah air mata pengorbanan, tak ada yang sia-sia jika engkau menjalaninya dengan ikhlas, niat karena-Nya. 

Ingatlah pesan Imam Asy-SyafiĆ­ dalam kitab Diwan Al Imam Asy-SyafiĆ­:

“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru. Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya. Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar, ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya. Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya, maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya. Demi Allah, hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa. Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.
Ketahuilah ilmu tidak akan didapat oleh orang yang pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian. Pengagum ilmu akan selalu berusaha baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian. Jadikanlah bagi dirimu bagian yang cukup dan tinggalkan nikmatnya tidur. Mungkin suatu hari kamu hadir di suatu majelis menjadi tokoh besar di tempat majelis itu.”

Diambil sebagian dari muslimah.or.id, yang disadur dari kitab Kaifa Turabbi Waladan Shalihan (Terj. Begini Seharusnya Mendidik Anak), Al-Maghribi Bin As-Said Al Maghribi, Darul Haq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar