Minggu, 20 Agustus 2017

Belajar Mencintai Fasilitas Publik


Sejak awal menikah, saya dan suami memang cukup tergantung dengan fasilitas publik. Kami cukup mengandalkan angkot dan bus, trotoar, zebra cross, jpo, dan fasilitas publik lainnya. Selain karena tempat kerja suami yang berpindah-pindah, kami juga belum merasa perlu (atau mampu? Hehehe) membeli kendaraan pribadi.




Tetapi kebiasaan ini ternyata banyak faidahnya. Anak-anak jadi terbiasa menyusun rencana, menghitung waktu tempuh dan jarak bahkan belajar kecepatan. Saat masih kecil dulu tentu nurut-nurut saja, tetapi ketika sudah bertambah besar mereka ternyata menjadi lebih banyak inisiatif. Mulai dari mengatur waktu pergi, strategi saat menyeberang jalan, berlaku tertib saat di trotoar dan sebagainya.

Sebagai pengguna fasilitas umum kami juga terbiasa bersikap siaga di jalan. Di Jakarta, trotoar pada kenyataannya bukan hanya dipakai pejalan kaki, tetapi sering sekali para pengendara motor mengambil hak kami. Anak-anak merasa sangat terganggu, sebagaimana mereka juga merasa terganggu saat ada penumpang mobil yang melempar sampah ke luar jendela saat melintas.

Faidah lainnya masih banyak. Kami bisa mengamati berbagai jenis orang. Kami bisa merasakan orang yang memiliki kebutuhan khusus, akan sangat kesulitan saat menggunakan fasilitas umum. Kami bisa melihat para pekerja lalu-lalang, pengamen silih berganti, bahkan pak ogah penjaga pengkolan. Anak-anak merasakan sendiri cara berbagi dengan penumpang lain, cara membuka komunikasi, dan banyak hal lain.

Pada awalnya, anak-anak akan kami antar dan jemput naik angkot. Sambil saya tunjukkan titik keberangkatan, turun, dan berganti angkot lain. Lama-lama mereka bisa melakukannya sendiri. Yuk, sesekali coba antar anak-anak dengan kendaraan umum, karena banyak sekali pelajaran kehidupan di sana. Semoga anak-anak kita menjadi orang dewasa yang empatik, saling menghargai, dan berani.

disalin dari status facebook
9 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar