Rabu, 08 Februari 2017

Hidup Bersama Si Introvert

Saat saya belum benar-benar memahami sifat introvert anak pertama saya, saya seringkali cemas, khawatir. Ia sulit berbaur dalam keramaian, tidak mudah menjalin pertemanan, tidak mudah mengungkapkan perasaan, cenderung menyendiri. Orang-orang yang melihatnya mendapat kesan ia kuper, sombong, dan penamaan lain yang kurang nyaman didengar. Mereka seolah tidak percaya jika membandingkannya dengan sifat saya yang spontan, mudah berbaur, dan sebagainya.



Sejak usia 3 tahun sampai sekarang, ia memiliki tak sampai lima orang teman dekat, hmmmmm....sungguh, tak lebih dari lima orang. Apakah karena ia homeschooling? Tidak juga, karena selain HS ia juga ikut beberapa kegiatan yang membuatnya berbaur dengan anak-anak lain. Tetapi baginya, membangun sebuah pertemanan, persahabatan, memerlukan waktu, memerlukan kepercayaan yang tinggi, serta keyakinan bahwa teman tersebut memang cocok menajdi sahabatnya.

Saya pun sempat tidak percaya hal ini. Di tengah keramaian orang, ia hanya bisa berdiam diri. Tetapi, di saat berada di dalam kamarnya, ia justru terlihat lebih ceria, berenergi, bersemangat. Oh, ternyata belakangan barulah saya paham. Bagi para introvert, berada di keramaian, sungguh menguras energi, sedangkan melakukan kegiatan yang membuatnya menyendiri, sungguh mengumpulkan banyak energi.

Tak heran, aktivitas kesukaannya sejak kecil adalah emmbuat prakarya, membaca buku, menggambar. Dan sejak usia 10 tahun ia mulai menulis, emmbuat cerita dan puisi. Teman terbaik pertamanya dalah buku dan lego, baru saudara kandung dan sahabatnya sejak kecil. Setelah mengetahui semua ciri kepribadian introvert ada pada dirinya, saya jadi lebih banyak memahami tindakannya. Ia perlu waktu menyendiri saat menghadapi masalah (bukan menceritakannya langsung), ia lebih memilih merapikan kamar di hari libur, memilih membaca buku dan menulis/menggambar.

Dengan memahami kepribadian ini, saya bisa membantunya memilihkan kegiatan yang nyaman untuknya. Ia memilih berenang, menulis, menggambar, membuat video. Saya tidak lagi memaksanya untuk menjadi ekstrovert, tetapi membantunya menghadapi situasi yang kurang nyaman baginya. Sifat pemalunya berkurang dibandingkan beberapa tahun lalu, asalkan kita memberinya waktu/kesempatan mengatasi dirinya sendiri.

Ohiya, setelah menghadapi si introvert ini, saya jadi sadar, tidak semua orang nyaman dengan keramaian, dengan teman yang banyak ,dengan basa-basi obrolan, dan sebagainya. Jadi referensi saya juga saat membuka komunikasi dengan orang lain. Ohiya, setelah dipikir-pikir, ternyata suami saya juga sangat introvert, hmmm....ketahuan lah anak sulung saya mirip siapa.

4 komentar:

  1. Nanti dapat menantu yg ceriwis kaya dirimu hehehe

    BalasHapus
  2. Saya jg introvert bgt mbk, persis kyk putra pertamanya mbk, cara belajar jg sama, kudu nyalin smua materi baru bs ngeh. Lbh seneng menganalisa masalah, mikir konsep, jd lbh suka d bagian desain desain gt, mnkn putranya bs d kenalkan dg desain grafis mbk,.hhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, memang dia suka sekali ba, menggambar, mendesain. Semoga dia bisa menemukan minat dan bakatnya. Terima kasih sarannya ;)

      Hapus