Minggu, 15 Januari 2017

Saat Pecah Perang Saudara

Cerita tentang menjalankan sekolah rumah tidak semuanya indah. Ada kalanya sedih, merasa gagal, takut, bingung, dan sebagainya. Beberapa pesekolah rumah secara rajin menuliskan semua kisah perjalanan belajar mereka, yang ternyata memberi inspirasi dan motivasi pesekolah rumah lain. Begitupun saya. Sebagai ibu dari anak-anak yang bersekolah di rumah, telah beberapa kali saya merasa tidak yakin atas pilihan saya, ragu atas setiap keputusan, khawatir anak-anak tak optimal potensinya, dan sebagainya.


Akhir-akhir ini saya justru khawatir, perjalanan kami selama ini belum berjalan optimal. Saat melihat anak-anak tak semanis yang saya harapkan, rasanya saya merasa sangat bersalah. Jurus apa  yang saya salah terapkan. Saat mereka beradu mulut, berebut sesuatu, berteriak....Ya Allah...dunia rasanya menyalahkan saya semuanya.

Saat pikiran tenang, emosi terkontrol, biasanya saya tarik nafas, diam sejenak, lalu memulai jurus-jurus mendengarkan dua pihak. Tapi sering juga emosi sedang tak bersahabat, maka keluarlah marah. Kalau sudah begitu, hmm....sebenarnya pada akhirnya saya menyesal. Agar tak sering terulang, saya coba menelaah kembali sebab-sebab anak-anak berkelahi di artikel ini.

Salah satu alasan yang paling sering jadi penyebab adalah karena ada salah satu anak yang iseng. Sengaja menjahili saudara lainnya, dengan maksud becanda. Sayang, pada saat tertentu yang diajak becanda sedang tidak ingin, akhirnya salah paham, ribut, bertengkar, dan....bummm....meledaklah saya...pfff. Akhirnya saya mencoba mencari tahu masalah 'pertengkaran saudara' ini.

Pertengkaran antarsaudara terjadi ketika hubungan antarsaudara sudah begitu lekat. Semakin bertambahnya usia mereka, mereka mulai mengembangkan kebutuhan mereka. Di saat masih kecil, kebutuhan mereka hanyalah mendapatkan mainan, Di usia sekolah, anak-anak mulai mengenal konsep keadilan dan kesamarataan, sehingga mereka seringkali cemburu melihat perhatian yang berbeda dari orang tua ke saudara yang lain. Sedangkan anak yang sudah remaja telah memiliki kemandirian untuk menentukan kegiatan yang ingin mereka lakukan, di lain pihak mereka telah bisa membantu menjaga adik-adik. Perbedaan kebutuhan ini bisa menimbulkan pertengkaran.

Kadar emosi/tempramen anak juga mempengaruhi. Demikian pula kondisi khusus seorang anak. Anak yang sedang sakit, tentu berbeda kondisi dan kebutuhan emosinya. Dan yang tak kalah penting adalah contoh dari orang tua dalam memecahkan masalah.

Lalu, apa yang harus dilakukan ketika melihat pertengkaran antarsaudara? Hal pertama adalah: jangan libatkan diri Anda dalam pertengkaran. Perhatikan, dan jadilah penengah. Jika Anda melibatkan diri dalam pertengkaran, maka anak-anak di lain waktu akan terbiasa berteriak dan memanggil Anda jika terjadi pertengkaran. Ajaklah mereka untuk mengenali masalah, dan pemecahannya. Dorong anak-anak memecahkan masalah mereka, jadilah pemecah masalah bersama mereka, bukan Anda yang merumuskan pemecahan masalah. Anda boleh terlibat jika sudah ada gejala berbahaya, menyakiti, keluar kata-kata tidak baik, dan sejenisnya.

Langkah berikutnya adalah, pisahkan mereka, agar masing-masing anak dapat menenangkan diri. Mereka ruang dan waktu menyendiri untuk mengatur emosi. Selanjutnya, jangan terlalu fokus kepada  penyebab masalah, cobalah untuk menghentikan kebiasaan mencari tahu siapa yang salah. Karena dalam sebuah pertengkaran, biasanya kedua pihak memiliki andil membuat masalah. Terakhir, carilah solusi yang bisa menyenangkan kedua pihak. Ingatlah, saat seorang anak terlibat percekcokan, mereka juga belajar keterampilan yang bisa menunjang kehidupan mereka. Misalnya, menghargai cara pandang  orang lain, cara bernegosiasi dan berkompromi, dan cara mengendalikan kemarahan yang meledak.

Walaupun demikian, kita bisa melakukan beberapa hal untuk mencegah pertengkaran antarsaudara:

  1. Buatlah peraturan dasar keluarga. Tentukan hal-hal yang boleh dilakukan, dan tidak boleh.
  2. Jangan biarkan anak-anak berpikir bahwa sesgala sesuatunya harus sama rata, sama rasa.
  3. Berikan perhatian secara aktif terhadap minat masing-masing anak secara individual.
  4. Berilah ruang yang cukup untuk anak-anak agar mereka bisa menikmati waktu mereka masing-masing.
  5. Luangkan waktu untuk bersenang-senang bersama.
  6. Jika ada pertengkaran yang terus berulang karena hal yang sama, buatlah jadwal/aturan. Misalnya pemakaian komputer
  7. Buatlah pertemuan keluarga, bahaslah kembali peraturan keluarga, dan ulangi keberhasilan-keberhasilan terdahulu dalam menyelesaikan konflik.
  8. Segera kenali gejala anak yang sedang ingin sendiri atau menjauh sejenak dari dinamika keluarga yang bersifat rutin.
  

Terakhir, yang paling penting, ingatlah bahwa kadangkala anak-anak berkelahi hanya untuk mendapatkan perhatian orang tua. Kenalilah segera sinyal ini, dan segera ambil tindakan untuk menjauh sementara dari aktivitas pribadi Anda, dan menghabiskan waktu bersama anak-anak. 

2 komentar:

  1. Sip. Siap kenali sinyal. Barakallahu fiik postingannya bermanfaat Mba. ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa fiikum baarokallooh...terima kasih sudah berkunjung.

      Hapus