Kamis, 15 Januari 2015

Anakmu, Cermin Dirimu

Saya benar-benar harus bergegas. Bersegera memperbaiki akhlak, menambah ilmu, menambah kesabaran, memperbaiki cara pengasuhan, sikap kepada orang lain, dan lain sebagainya. Saya bukan ingin mengikuti kontes atau apapun, tetapi, semakin hari, bayangan buruknya diri ini semakin kulihat.



Saat saya menyaksikan anak pertama berkomunikasi dengan membentak, saya hanya bisa mengelus dada, mungkin seperti itulah yang ia lihat dari diri saya. Saat anak-anak menunda waktu sholat, demikian pula lah mungkin yang ia lihat dari diri saya. Bahkan, cara berbicara saya kepada orang lain pun, mereka tiru. Inilah hasil yang baru sebagian tampak. Jika terus terlena dengan keadaan ini, entah apa yang terjadi.


Suatu waktu, saya menyaksikan anak pertama saya menegur adiknya dengan keras. Hanya bisa mengelus dada, saya tegur si kakak. Tetapi kemudian saya sadar, ia hanya meniru, meniru saya. Dalam keluarga homeschooling, interaksi antaranggota keluarga demikian kuat, intensitasnya pun tinggi. Hal ini bisa menjadi sebuah kekuatan atapun kelemahan. Kendali orang tua sangat dibutuhkan. Ayah dan Ibu harus saling  introspeksi. Dalam hal cara berkomunikasi yang kurang tepat ini, suami menegur saya, meminta saya memperbaiki cara bicara saya. Demikian pula jika kita menyaksikan kelakuan anak yang dirasa kurang tepat lainnya, segeralah instrospeksi.

Setelah introspeksi, perbaikilah diri, maka insyaa allooh anak-anak pun akan berubah. Di waktu yang tenang, saya meminta maaf kepada si kakak, dan mengingatkan bahwa cara seperti itu kurang baik, dan tidak boleh ditiru. Ya, meminta maaf. Orang tua adalah manusia, yang bisa juga salah. Bukan menurunkan wibawa, sebaliknya, anak menaruh hormat dan memetik pelajaran berharga.

Menginginkan kebaikan atas diri anak adalah impian semua orang tua. Maka, berbagai tips parenting pun laris manis, seminar-seminar penuh sesak oleh orang tua yang mendamba anaknya menjadi anak-anak soleh dan solehah, maasyaa allooh. Saya mensyukuri adanya gejala ini, dimana orang tua semakin sadar akan pentingnya mendidik dengan baik, dengan optimal. Semoga harapan saya tak berlebihan, jika menginginkan akan semakin banyak orang tua yang mau melihat dirinya, sebelum mereka menyalahkan anak-anaknya.

3 komentar:

  1. Masyaa Allaah mbaakk
    serupa dengan yg saya alami, terasa pahit saat anak bersikap tidak semestinya, dan makin terasa pahit saat kita menyadari bahwa ternyata kita lah menjadi sumber penyebabnya :(
    sering merasa takjub dg anak yg sholeh dan baiiikk (mungkin krn dumay yg kita jg ga selalu tau kesehariannya)
    Yaa...anak membawa fitrahnya masing2, tantangan itu yg akan menjadi sumber pahala (atau dosa?) bagi kita orang tua

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga rasa pahitnya laksana obat ya Mba, mengobati sakit, dg izin Allooh.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus