Sabtu, 07 Juli 2012

Mengikat Ilmu

Perjalanan belajar kami mulai memasuki varian baru. Ini bukan mengada-ada, kami memang mengalami beberapa kali pasang-surut dalam menjalankan home education. Di awal pelaksanaan HE kami, saya membuat jadwal ketat jam per jam serta materi yang harus mereka pelajari. Hal ini tampaknya memberi sedikit kepuasan untuk saya, karena beberapa target yang dicanangkan tampak bisa dipenuhi sedikit demi sedikit. Tetapi, apakh hal ini cocok untuk anak-anak, para pelaku utama proses ini?



Saya mulai menyusun strategi lain dalam HE. Di tahun ke-4 HE kami, saya mulai memasang target secara global saja. Tidak ada lagi sistem belajar teratur seperti di awal, karena tidak semua target yang saya buat sesuai dengan keingintahuan/kebutuhan anak. Saat si Sulung sedang tidak mau berhitung, kami membahas hal lain yang sedang ingin dibahas. Saat, ia sedang memiliki proyek menyelesaikan kerajinan tangannya, saya menyediakan beberapa alat, kertas, dan sebagainya yang menunjang. Saya mulai menemukan ketertarikan minat Si Sulung, pelan-pelan, HE untuknya saya giring ke sana. Tetapi, karena masih usia pendidikan dasar, saya masih 'mewajibkan' beberapa materi seperti berhitung untuknya.

Dari beberapa kali metode yang kami alami, ada satu benang merah yang saya dapatkan. Apapun metode yang dijalankan, anak kami senang dan mudah paham apabila ilmu yang ia pelajari dapat dilihatnya dalam kehidupan nyata. Saat menjelaskan siang dan malam, ia memahaminya karena benar-benar mengalami. Saat belajar sholat, ia melihat orang tua serta kakek-neneknya menjalankan. Begitupun saat belajar berhitung, ia memahami manfaatnya saat melihat saya berbelanja, atau dia saya beri tugas membayar susu langganan.Selain dapat dirasakan manfaatnya, ilmu yang mereka pelajari, akan merasuk lama jika saya mengulang-ulangnya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti saat menghafalkan bacaan sholat, adab, dan sebagainya.

Maka, saya pun menyebut, saat ini metode belajar kami adalah metode belajar bercerita. Saya berusaha selalu mengaitkan hal yang baru dipelajari dengan kenyataan yang dihadapi, dan tak lupa mempraktekkan dalam keseharian. Seperti saat kami membaca buku tentang sampah dan daur ulang, maka setelah itu, kami saling mengingatkan untuk mengurangi bungkus plastik, berhemat air, memilah sampah dan sebagainya. Orang tua harus konsisten dan saling menguatkan. Tak ada lagi jadwal dan target yang saya buat, ya, kecuali target hafalan Quran serta beberapa hal lain tentunya, karena kita membutuhkannya. Tak disangka, justru di saat saya mulai melepaskan sedikit demi sedikit target-target, anak saya terlihat lebih banyak menyerap ilmu, saya pun perlahan mulai bersiap untuk berdiri di belakangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar