Sabtu, 28 Juli 2012

Menanam di Musim yang Tepat, Menuai Saat Masak

Di awal perjalanan HE kami, saya tak bisa memungkiri bahwa saya seringkali terburu-buru dalam hal 'memberikan' pelajaran kepada anak-anak dan terburu-buru pula saat ingin segera melihat apakah anak saya memahami pelajaran tersebut atau belum. Akibatnya, anak pertama sempat mengatakan tidak menyukai metode yang saya terapkan, dan dia juga tidak suka bila di 'test'.



Saya mulai merevisi metode belajar kami. Membaca berbagai artikel serta pengalaman pelaku sekolah rumah lainnya. Alhamdulillah pengalaman-pengalaman teman-teman memberikan masukan yang berarti buat saya. Perlahan saya mulai mengubah meode belajar kami. Sejak setahun yang lalu, kami sudah tidak meiliki jadwal belajar yang kaku. Jam pelajaran kami adalah selama mata belum terpejam. Anak pertama biasanya memulai hari dengan memikirkan proyek yang akan dia kerjakan hari itu. Setelah menyampaikan proposal proyeknya secara lisan, kami mulai mencari bahan-bahannya, sebisa mungkin bahan yang digunakan adalah barang-barang bekas, namun tak jarang hari itu proyek belum juga dimulai karena kami harus pergi ke toko untuk mencari bahan yang belum ada.

Setelah hampir setengah tahun, saya mulai tergoda lagi untuk memberikan materi tertentu, karena pada saat itu menurut kurikulum pemerintah, anak saya seharusnya sudah mulai belajar perkalian. Sampai akhir 'kelas dua' nya, anak pertama saya belum juga benar-benar menghafal perkalian. Kami belajar dari proyek-proyek kami. Kami belajar banyak hal, mulai dari tentang lingkungan, ipa, akidah, termasuk perkalian. Pengalaman menjalankan metode baru ini membuat deg-degan, tetapi saya memiliki keyakinan bahwa anak-anak akan belajar sesuai kebutuhannya,dan akan sampai waktunya saat ia siap dengan perkalian nya.Di saat yang bersamaan, siswa les saya, yang sama-sama kelas dua, sudah diwajibkan menghafal perkalian, tetapi saya mencoba untuk tetap bersabar.

Suatu saat, Jita bertanya kepada saya apa yang dimaksud perkalian. Tanpa membuang kesempatan, saya menjelaskan konsep konkrit perkalian. Perkalian adalah sebuah cara berhitung untuk menyederhanakan cara penambahan. Ternyata dia hanya ingin tahu sampai situ, karena saat saya mengajaknya untuk belajar perkalian, dia menyatakan belum tertarik.

Hari-hari terus berjalan dengan proyek-proyek baru, atau kalau sedang bosan kami hanya bermain di tenda, membuat kue, merapikan rumah, dan sebagainya. Sampai akhirnya Jita mengungkapkan keinginannya untuk mengerjakan kertas kerja. Saya pun langsung mengeluarkan kertas kerja tentang konsep perkalian, tetapi rupanya dia hanya menginginkannya sesaat. Suatu hari, saya 'menemukan' satu set permainan matematika, yang di dalamnya terdapat berbagai permainan matematika, termasuk perkalian. Kami memainkannya bersama, Jita pun sangat antusias, demikian pula Aisyah.

Di awal 'kelas tiga' nya, ia mulai sangat tertarik dengan perkalian. Saya menggunakan buku Program Matematika Pertama untuk mulai kembali mengajarkan konsep perkalian sejak awal. Akhirnya, Jita berkesimpulan dia akan menghafalkan saja perkalian, karena akan lebih mudah menyelesaikan masalah perkalian. Alhamdulillah, itulah yang saya tunggu, kesadaran bahwa ia membutuhkan ilmu, bukan atas dasar paksaan.Sejak ia bertekad menghafal perkalian, dalam 3 hari dia sudah hafal sampai perkalian 5.

Saya berlindung kepada Alloh aza wa jalla atas sifat riya' maupun sum'ah (pamer), saya membagi pengalaman ini agar para orang tua yang sedang dalam proses mendidik anak-anaknya di rumah bersabar dalam proses HE nya. Anak-anak memiliki minat masing-masing yang ia putuskan sendiri mana yang akan mereka dahulukan. Kita sebagai orang tua sebaiknya mendorong, memotivasi,dan menumbuhkan kecintaan mereka akan ilmu, karena menanam di musim yang tepat akan menghasilkan buah yang enak, walaupun kita belum tau kapan buah itu akan dapat kita nikmati. Terus semangat HS-ers......

2 komentar: