Senin, 07 November 2011

Anakku Belajar Bersyukur


Sejak Jita berumur 9 bulan, kami sudah sekitar 6 kali pindah rumah (kontrakan). Saat Jita berusia 5 tahun, dan akan pindah ke rumah ke tiga, dia mulai bertanya-tanya kenapa rumahnya sering pindah. Kami menjelaskan bahwa rumah yang kita tempati saluran airnya tidak baik, sehingga kita kebanjiran dari kamar mandi saat hujan deras. Saat pindah ke empat kalinya, Jita bertanya lagi, dan kali ini dia bisa langsung menjawabnya: “abis, gentengnya pada bocor sih”. Saat akan pindah ke enam kali, Jita mengingatkan beberapa kriteria yang harus ada pada calon rumah kami nanti.

Jita tak mau pilihan saya salah. Dia meminta saya menyertakannya memilih rumah kontrakan. Dia perhatikan sudut-sudut rumah itu, dan Alhamdulillah cocok sekali, jadilah kami pindah untuk ke enam kalinya. Sampai saat ini, Jita merasa inilah rumah kontrakan idaman;tak bocor dan tak banjir. Jita belajar tentang rumah yang baik, yang nyaman. “Enakan juga ngontrak ya Bu, bisa milih sendiri rumahnya, kalu banjir atau bocor, kita pindah aja”, begitu katanya.
Ayah jita paling senang mengajak anak-anak bersepeda. Bukan dengan mengayuh sepeda masing-masing, tetapi satu sepeda dikayuh sendiri dan dimuati oleh tiga anak dan satu ayah. Suatu hari ban sepeda pecah karena keberatan beban. Sepeda pun kami bawa ke bengkel sepeda, Jita dan Aisyah ikut serta.”berapa bu?” Tanya Jita khawatir saya harus membayar mahal untuk membeli  ban sepeda yang baru.”empat puluh ribu Jit”, jawabku. “Kalo gitu enakan punya sepeda ya Bu, Pakde Udi waktu itu beli ban mobil sampe berapa ratus ribu gitu”. Sebelumnya memang  kakak saya bercerita di depan kami bahwa ban mobilnya sudah gundul dan harus ganti baru.
Jita sedang gemar bermain boneka ‘barbie’. Suatu hari dia baru tahu kalau memang benar-benar ada boneka yang bermerek ‘Barbie’. Dia menginginkan boneka Barbie yang asli, katanya dia ingin membelinya dengan uang sendiri. Kami lalu pergi ke sebuah mal yang menjual Barbie. Jita langsung tak sabar dan segera menuju deretan boneka Barbie. Ia langsung melihat harganya:”Bu, ini harganya 300ribu ya?”.Saya penasaran dengan keputusan yang akan diambil Jita. Ternyata Jita meletakkan kembali boneka itu. “300 ribu mah mending buat beli baju, dapet banyak, beli yang murah aja deh Bu”. Tak disangka semangat yang tadinya berkobar-kobar segera padam karena angka 300 ribu.
Home Educating/Home Schooling tak hanya soal cepat berhitung, lihai berbahasa asing, atau keberanian tampil di muka umum. Lebih dari itu semua, HE/HS adalah wahana untuk mengasah kepekaan, membentuk kepribadian positif, dan pengambilan keputusan. Nilai-nilai ini didapatkan dari perpaduan antara membaca, memperhatikan,pengulangan melalui nasehat yang terus-menerus, dan yang paling penting keteladanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar